Jumat, 14 Desember 2012


Teh Hijau

Tanaman teh termasuk dalam genus Camellia, famili Theaceae. Tanaman teh tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan sepanjang tahun tidak kurang dari 1500 mm. Tanaman ini memerlukan kelembaban tinggi dan suhu udara antara 13-29,5°C. Oleh karena itu, tanaman ini tumbuh baik di dataran tinggi dan pegunungan yang berhawa sejuk (Sutejo 1972). Ada dua varietas yang ditemukan dalam Camellia sinensis, yaitu varietas sinensis dan varietas assamica.
Berdasarkan pengolahannya, teh dapat  dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu teh hijau (tidak mengalami fermentasi), teh oolong (semi fermentasi), dan teh hitam (fermentasi penuh). Teh hijau adalah jenis teh tanpa fermentasi yang proses pengolahannya terdiri dari tiga tahap, yaitu pemanasan, penggulungan, dan pengeringan. Tahap pemanasan berupa pelayuan daun dengan cara penguapan maupun penyangraian. Kandungan katekin dalam teh hijau tidak boleh mengalami perubahan akibat terjadinya oksidasi enzimatis sebelum maupun selama proses pengolahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penginaktifan enzim polifenol oksidase dengan cara memanaskan daun teh pada proses pelayuan. Suhu yang digunakan berkisar antara 250-300°C selama 10-15 menit dengan pengadukan 4-5 kali per menit agar daun tidak hangus. Proses pelayuan juga dapat mengurangi kadar air sampai sekitar 60-70% dan menyiapkan daun untuk digulung. Proses penggulungan bertujuan untuk membentuk mutu secara fisik dan harus segera dilakukan setelah proses pelayuan. Sementara proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air, memekatkan cairan sel daun, serta memperbaiki bentuk gulungan (Takeo 1992).
Ketiga jenis teh (teh hijau, teh oolong, dan teh hitam) mempunyai perbedaan yang cukup berarti dalam kandungan polifenolnya walaupun berasal dari tanaman yang sama (Camellia sinensis) karena perbedaan cara pengolahan. Kandungan polifenol sebagai senyawa antioksidan tertinggi terdapat pada teh hijau, kemudian teh oolong, lalu disusul teh hitam. Teh hijau mengandung lebih dari 36% polifenol yang memberikan rasa sepat dan pahit, walaupun jumlah ini masih dipengaruhi oleh cuaca, jenis tanah, varietas, dan tingkat kemasakan (Sibuea 2003). Komposisi kimia dari daun teh menurut Robertson (1992) dapat dilihat pada Tabel 2.
Daun teh mengandung polifenol terutama flavan-3-ols (katekin, epikatekin, dan turunan galatnya) dalam jumlah 20-30% berat kering (Goldberg 2003). Senyawa polifenol berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein, dan DNA dalam sel. Kemampuan polifenol menangkap radikal bebas 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E. Katekin teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan epimerisasi saat proses pengolahan dan penyeduhan. Perubahan ini mengurangi kadar antioksidan pada teh (Rohdiana 2006).

Tabel 1 Komposisi kimia pucuk muda daun teh (Robertson 1992)
Komponen
% berat kering (bk)
Karbohidrat
4
Polisakarida

Pati
2-5
Lainnya
12
Selulosa
7
Lignin
6
Protein
15
Lemak
3
Abu
5
Asam amino

Teanin
2
Lainnya
2
Asam organik
0,5
Kafein
3-4
Komponen volatil
0,01
Asam fenolik

Teogalin
2
Lainnya
2
Leukoantosianin
2-3
Flavanol

Epigalokatekin galat
9-13
Epigalikatekin
3-6
Epikatekin galat
3-6
Epikatekin
1-3
Galokatekin
1-2
Katekin
1-2
Falvanol dan glikosidanya
3-4

Adanya katekin mengindikasikan bahwa ekstrak teh mempunyai aktivitas antioksidan. Matsuzaki dan Hara (1985), diacu dalam Shahidi dan Naczk (1995) melaporkan efisiensi antioksidatif katekin yang diisolasi dari daun teh hijau. Ekstraknya mengandung epikatekin (EC), epigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECg), dan epigalokatekin galat (EGCg). Aktivitas katekin dalam sistem model adalah : EC < ECg < EGC < EGCg. 
Beberapa studi epidemiologi menunjukkan konsumsi teh hijau dapat menurunkan kolesterol darah dan tekanan darah serta memberikan perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular. Hal ini mungkin disebabkan oleh kapasitas katekin teh hijau dan galat ester untuk menurunkan absorpsi kolesterol dalam usus. Katekin pada daun teh hijau juga menghambat oksidasi LDL. Ekstrak teh hijau secara signifikan menghambat leukemia dan sel tumor hati (Craig 2001). Menurut Kajimoto et al. (2005), katekin teh hijau mempunyai pengaruh dalam penurunan lemak tubuh dan dinilai aman bagi kesehatan pria dan wanita dewasa untuk intik jangka panjang. Idealnya, setiap orang mengkonsumsi minimal 125 mg katekin per hari yang diperoleh dari 5 g teh hijau (Rohdiana 2006).

Daftar Pustaka
Sutejo, R. 1972. Teh. Jakarta : Penerbit Surungan.
Rohdiana, D. 2006. Ritual Demi Katekin. trubus-online.com (15 Januari 2008).
Kajimoto, O, et al. 2005. Tea Catechins with a Galloyl Moiety Reduce Body
Weight and Fat. Journal of Health Science, Vol. 51, 161-171.
Craig, WJ. 2001. Herbal Remedies that Promote Health and Prevent Disease.
Di dalam : RR Watson, editor. Vegetables, Fruits, and Herbs in Health
Promotion. New York : CRC Press.
Robertson, A. 1992. The Chemistry and Biochemistry of Black Tea Production-
The Non Volatiles. Di dalam : KC Willson & MN Clifford, editor. Tea
Cultivation to Consumption. London : Chapman & Hall.
Takeo, T. 1992. Green and Semi-Fermented Teas. Di dalam : KC Willson &
MN Clifford, editor. Tea Cultivation to Consumption. London : Chapman &
Hall.
Sibuea, P. 2003. Minuman Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan.
www.sinarharapan.co.id (15 Februari 2007).

                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar