Teh Hijau
Tanaman teh
termasuk dalam genus Camellia, famili Theaceae. Tanaman teh tumbuh di daerah
tropis dan subtropis dengan curah hujan sepanjang tahun tidak kurang dari 1500
mm. Tanaman ini memerlukan kelembaban tinggi dan suhu udara antara 13-29,5°C.
Oleh karena itu, tanaman ini tumbuh baik di dataran tinggi dan pegunungan yang
berhawa sejuk (Sutejo 1972). Ada dua varietas yang ditemukan dalam Camellia
sinensis, yaitu varietas sinensis dan varietas assamica.
Berdasarkan
pengolahannya, teh dapat dibedakan
menjadi tiga kategori, yaitu teh hijau (tidak mengalami fermentasi), teh oolong
(semi fermentasi), dan teh hitam (fermentasi penuh). Teh hijau adalah jenis teh
tanpa fermentasi yang proses pengolahannya terdiri dari tiga tahap, yaitu
pemanasan, penggulungan, dan pengeringan. Tahap pemanasan berupa pelayuan daun
dengan cara penguapan maupun penyangraian. Kandungan katekin dalam teh hijau
tidak boleh mengalami perubahan akibat terjadinya oksidasi enzimatis sebelum maupun
selama proses pengolahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penginaktifan enzim
polifenol oksidase dengan cara memanaskan daun teh pada proses pelayuan. Suhu
yang digunakan berkisar antara 250-300°C selama 10-15 menit dengan pengadukan
4-5 kali per menit agar daun tidak hangus. Proses pelayuan juga dapat
mengurangi kadar air sampai sekitar 60-70% dan menyiapkan daun untuk digulung.
Proses penggulungan bertujuan untuk membentuk mutu secara fisik dan harus
segera dilakukan setelah proses pelayuan. Sementara proses pengeringan
bertujuan untuk mengurangi kadar air, memekatkan cairan sel daun, serta
memperbaiki bentuk gulungan (Takeo 1992).
Ketiga
jenis teh (teh hijau, teh oolong, dan teh hitam) mempunyai perbedaan yang cukup
berarti dalam kandungan polifenolnya walaupun berasal dari tanaman yang sama (Camellia
sinensis) karena perbedaan cara pengolahan. Kandungan polifenol sebagai
senyawa antioksidan tertinggi terdapat pada teh hijau, kemudian teh oolong,
lalu disusul teh hitam. Teh hijau mengandung lebih dari 36% polifenol yang
memberikan rasa sepat dan pahit, walaupun jumlah ini masih dipengaruhi oleh
cuaca, jenis tanah, varietas, dan tingkat kemasakan (Sibuea 2003). Komposisi
kimia dari daun teh menurut Robertson (1992) dapat dilihat pada Tabel 2.
Daun teh
mengandung polifenol terutama flavan-3-ols (katekin, epikatekin, dan turunan
galatnya) dalam jumlah 20-30% berat kering (Goldberg 2003). Senyawa polifenol
berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil sehingga tidak mengoksidasi
lemak, protein, dan DNA dalam sel. Kemampuan polifenol menangkap radikal bebas
100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari
vitamin E. Katekin teh mengalami banyak perubahan kimia seperti oksidasi dan
epimerisasi saat proses pengolahan dan penyeduhan. Perubahan ini mengurangi kadar
antioksidan pada teh (Rohdiana 2006).
Tabel 1 Komposisi kimia pucuk muda
daun teh (Robertson 1992)
Komponen
|
%
berat kering (bk)
|
Karbohidrat
|
4
|
Polisakarida
|
|
Pati
|
2-5
|
Lainnya
|
12
|
Selulosa
|
7
|
Lignin
|
6
|
Protein
|
15
|
Lemak
|
3
|
Abu
|
5
|
Asam
amino
|
|
Teanin
|
2
|
Lainnya
|
2
|
Asam
organik
|
0,5
|
Kafein
|
3-4
|
Komponen
volatil
|
0,01
|
Asam
fenolik
|
|
Teogalin
|
2
|
Lainnya
|
2
|
Leukoantosianin
|
2-3
|
Flavanol
|
|
Epigalokatekin galat
|
9-13
|
Epigalikatekin
|
3-6
|
Epikatekin galat
|
3-6
|
Epikatekin
|
1-3
|
Galokatekin
|
1-2
|
Katekin
|
1-2
|
Falvanol
dan glikosidanya
|
3-4
|
Adanya
katekin mengindikasikan bahwa ekstrak teh mempunyai aktivitas antioksidan.
Matsuzaki dan Hara (1985), diacu dalam Shahidi dan Naczk (1995) melaporkan
efisiensi antioksidatif katekin yang diisolasi dari daun teh hijau. Ekstraknya
mengandung epikatekin (EC), epigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECg), dan
epigalokatekin galat (EGCg). Aktivitas katekin dalam sistem model adalah : EC
< ECg < EGC < EGCg.
Beberapa
studi epidemiologi menunjukkan konsumsi teh hijau dapat menurunkan kolesterol
darah dan tekanan darah serta memberikan perlindungan terhadap penyakit
kardiovaskular. Hal ini mungkin disebabkan oleh kapasitas katekin teh hijau dan
galat ester untuk menurunkan absorpsi kolesterol dalam usus. Katekin pada daun
teh hijau juga menghambat oksidasi LDL. Ekstrak teh hijau secara signifikan
menghambat leukemia dan sel tumor hati (Craig 2001). Menurut Kajimoto et al.
(2005), katekin teh hijau mempunyai pengaruh dalam penurunan lemak tubuh dan
dinilai aman bagi kesehatan pria dan wanita dewasa untuk intik jangka panjang.
Idealnya, setiap orang mengkonsumsi minimal 125 mg katekin per hari yang
diperoleh dari 5 g teh hijau (Rohdiana 2006).
Daftar
Pustaka
Sutejo, R. 1972. Teh. Jakarta : Penerbit Surungan.
Rohdiana, D. 2006. Ritual Demi Katekin.
trubus-online.com (15 Januari 2008).
Kajimoto,
O, et
al. 2005. Tea Catechins with a Galloyl Moiety
Reduce Body
Weight and Fat. Journal of Health Science, Vol.
51, 161-171.
Craig,
WJ. 2001. Herbal Remedies that Promote Health and Prevent Disease.
Di
dalam : RR Watson, editor. Vegetables, Fruits, and Herbs in Health
Promotion. New York : CRC Press.
Robertson,
A. 1992. The Chemistry and Biochemistry of Black Tea Production-
The Non
Volatiles. Di dalam : KC Willson & MN Clifford, editor. Tea
Cultivation
to Consumption. London :
Chapman & Hall.
Takeo,
T. 1992. Green and Semi-Fermented Teas. Di dalam : KC Willson &
MN
Clifford, editor. Tea
Cultivation to Consumption. London : Chapman &
Hall.
Sibuea,
P. 2003. Minuman Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan.
www.sinarharapan.co.id (15 Februari 2007).